Thursday, 11 September 2014

CERPEN





Terkadang kita hidup seakan merasa sendiri walau banyak orang di sekeliling kita. Entah mengapa itu yang aku rasakan saat ini, aku memang anak terakhir dari 6 bersaudara dan kelima kakakku sudah menikah mereka semua laki-laki aku perempuan sendiri. Kini aku seolah seperti binatang buas peliharaan yang di kandang namun tetap masih mempunyai status ada yang memiliki dan ada yang merawat, tapi sepertinya aku adalah peliharaan yang kurang beruntung karena aku tak semestinya dirawat sama si pemilik melainkan hanya sebagai pajangan dan status bahwa si pemilik memiliki binatang peliharaan yang buas.
Mungkin sekilas hidupku dipandang enak oleh orang lain, karena mereka menganggap aku adalah anak orang kaya yang memilik 5 saudara laki-laki yang semuanya sukses dan memiliki banyak uang. Tapi apa mereka tau saat ini yang aku rasakan?
“Tok.. tok.. tok”
“mmm.. siapa?”
“La, bangun ini udah siang sarapan dulu”
“iya mba, sebentar”
Inilah kehidupanku, saat ini aku sedang berada di rumah ayahku. Aku sedang liburan semester ke-3, sehingga aku memutuskan untuk liburan di rumah dan meninggalkan kost. Ibuku sudah lama meninggal sejak aku lahir, sampai sekarang aku pun tak pernah melihat wajah asli ibuku selain di foto.
Pagi ini kakakku yang nomor 3 kak Fadil bersama istrinya mba Bintang sedang mengunjungi ayah. Di rumah ayah tinggal sendiri, kalau aku tinggal di kost dan kakak-kakakku tinggal di rumahnya masing-masing ayah sendirian di rumah. Namun tampaknya hari ini sedikit berbeda, ayah tidak sendiri lagi karena ada aku, kak Fadil dan mba bintang yang nemenin ayah untuk beberapa hari kedepan.
“La, kamu libur semeter berapa minggu?”
“Mungkin sampe 1 bulan lebih mba, kenapa?”
“terus apa kamu mau disini terus bersama ayah sampai liburanmu selesai?”
“sepertinya begitu mba”
“baguslah kalau begitu, kakak sama mba bintang Cuma 2 minggu disini La. 2 minggu yang akan datang kakak sama mba Bintang mau pulang ke rumah, karena kakak harus kembali bekerja begitu juga mba Bintang”
“oh, iya kak ngga apa apa biar aku sama ayah disini berdua”
“tapi inget yah La, kamu jangan keluar rumah. Lala cukup di rumah aja nggak usah keluar buat main-main yang nggak penting dan hanya buang-buang waktu saja”.
Begitulah kak Fadil, ia mulai melarangku untuk ini dan itu. Dan entah mengapa bisa kebetulan mba Bintang juga bersifat sama seperti kak Fadil. hhhh…
“Iya La, kamu mending di rumah bantuin ayah dari pada kamu keluar rumah yang ngga perlu mending waktunya kamu gunain buat belajar aja”
“iya… iya Mba, kak. Lala denger kok dan Lala mengerti”
“baguslah kalu kamu mengerti itu tandanya kamu sudah dewasa, ayo lanjutkan makan”
Hhhh… seakan telingaku menolak mendengarkan aturan-aturan kakak-kakakku yang serba semuanya dilarang. Berfikirnya aku udah dewasa tapi masih diatur-atur seperti anak kecil saja.
Dua minggu berlalu, dan ini berarti waktunya kak fadil dan mba Bintang pulang ke rumahnya sendiri, dan tinggal aku sama ayah yang di rumah. Aha, aku berfikir akan sedikit bebas bila kak fadil dan mba Bintang tidak ada di rumah ayah.
“La, kakak sama mba Bintang pulang dulu. Kamu hati-hati disini jaga ayah ya”
“Iya kak, siaaap”
“Ayah, aku sama Bintang pergi dulu ya ayah sama Lala hati-hati di rumah”
“Ya sudah, kalian juga hati-hati di jalan yah Dil”
“Iya yah…”
Saat itu hatiku berbunga-bunga melihat kak Fadil sama Mba Bintang memasuki mobilnya dan akan segera pergi dari rumah ini. Ini tandanya aku bakalan bebas untuk main.. heheheh.
Namun, entah apa yang membuat pintu mobil itu terbuka dan kak fadil keluar dari mobilnya lalu menghapiri aku dan ayah.
“loh, kak fadil kok balik lagi? Ada yang ketinggalan?”
“La, kakak mau ingetin sekali lagi sama kamu. Kamu nggak boleh keluar rumah kecuali keluar sekeliling desa kita. Kamu cukup bantuin ayah di rumah dan nggak boleh kemana-mana”
Baru saja aku fikirkan, mungkin kak fadil akan lupa dengan pesannya minggu lalu. Tapi ternyata masih ingat juga. Hhh…
“Iya kak, Lala inget kok pesan kak fadil”
“Ya sudah bagus, Ayah tolong jangan biarakan Lala keluar rumah untuk hal yang tidak perlu ya yah?”
‘iya, sudah.. sudah lah Dil, kamu segera berangkat istrimu menunggu itu”
“iya yah fadil permisi dulu. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Akhirnya kak Fadil pergi juga dan hanya ada aku dan ayah berdua dirumah. Siang itu, aku bingung mau ngapain di rumah, hari-hariku terasa bosan aku saja sampai tak punya teman banyak. Hanya beberapa saja yang aku kenal. Ufff…
“Lala, kamu ngapain melamun disitu?”
“Ayah, Lala bosan yah di rumah terus. Sejak Lala kecil lala selalu nggak punya teman. Bahkan sekolah lala pun di asrama yah. Dan sekarang Lala udah kuliah, kak Fadil masih bersikap seolah-olah lala masih seperti anak kecil. Bahkan bukan hanya kak fadil, Kak Ridwan, Kak Gusti, kak Rofi dan Kak Rudi juga begitu yah sama Lala. Kenapa sih yah?”
“La, mungkin kakak-kakakmu besikap seperti itu juga untuk kebaikan kamu. Sejak ibumu meninggal, kakak-kakakmu berusaha ingin menjagamu. Karena kamu anak perempuan satu-satunya di keluarga ini.”
“tapi kan yah, Lala juga punya rasa bosan dan jenuh, lala pengen punya banyak temen dan nggak sendiri di rumah seperti ini”
“ya sudah, nanti sore lala jalan-jalan saja keliling kampung ini pakai motor sambil refreshing supaya lala nggak jenuh lagi”
“mmm.. boleh yah jalan jalan pake motor?”
“iya boleh, itu kan motor Lala”
“asiikkk.. makasih yah ayah. Tapi ayah jangan bilang-bilang sama kak fadil ya yah?”
“ya tentu enggak donk La, ya sudah sekarang masih siang mending Lala tidur dulu nanti sore baru Lala keluar jalan-jalan”
“iya yah, iya makasih ya ayah”
Hari itu setelah kepergian kak fadil dari rumah, aku merasa senang karena ayah mengijinkan aku untuk jalan-jalan keliling kampung membawa motor.
Sore hari aku mempersiapkan diriku dan kendaraanku untuk berkeliling kampung. Argg.. sungguh sedikit agak terbebas dari penjara bisa menghirup udara segar. Tapi belum jauh dari rumah aku merasa sangat haus hingga aku berhentikan sepeda motorku di sebuah toko.
“Permisi bu, saya mau beli minuman dingin”
“Iya silahkan mba,”
“ini Bu, uangnya”
“makasih mba, oya mba sepertinya bukan orang sini yah? Baru lihat saya”
“loh bu, saya asli orang sini. Saya anaknya pak Syarif”
“Oh, kamu anaknya pak syarif yang terakhir itu ya?”
“Iya Bu.. ya udah saya permisi dulu ya Bu”
“iya, iya Mba”
Hhh… aku sampai heran padahal toko itu tidak begitu jauh dari rumahku, bahkan mereka pun tak mengenali aku yang jelas-jelas asli orang kampung situ juga. Mungkin karena aku jarang di rumah, dan sekalinya di rumah aku nggak boleh keluar sama sekali, hanya duduk nonton tv di rumah tidak ada kegiatan lain. Membosankan!
Setelah berkeliling lama, tak terasa hari sudah larut dan waktu sudah menunjukan pukul 8 malam. Aku lupa, aku harus pulang karena ini sudah malam. Akhirnya aku menancapkan gas menuju rumah. Sampai depan rumah, terlihat sebuah mobil parkir tapi aku tak berfikir itu mobil kak Fadil karena kak fadil sudah pulang. Aku masuk ke dalam dan ternyata …
yah memang bukan kak fadil, tapi kak Gusti kakakku yang nomer 4. Aku berfikir ngapain dia datang ke rumah ayah?
“Lala! kamu darimana saja! Sudah larut begini baru pulang?”
Aku terkaget karena suara kak Gusti seperti suara petir yang tiba-tiba muncul.
“jawab Lala!”
“Aku abis dari rumah temen yang di desa sebelah kak”
“Lala, bukannya kak Fadil sudah melarangmu keluar rumah! Kenapa masih kamu langgar sih”
Ahh… bagaimana bisa kak Gusti tau semua ini? Apa mungkin kak Fadil cerita? Sepertinya begitu.
“La, perempuan malam-malam jam segini baru pulang nggak baik”
Aku kaget, tak aku kira mba Bella istri kak Gusti juga ikut kak Gusti ke rumah ayah. Argghh.. aku seperti sedang dikeroyok beribu lebah yang membisingkan telingaku dengan ocehan mereka.
“tapi, mba ini kan baru jam setengah 9”
“Lala, setengah 9 itu sudah malam. Bagaimana kalau terjadi sesuatu sama kamu”
“tapi kak?”
“Akh sudahlah, kakak mau telfon kak fadil dulu kamu ini sungguh keterlaluan!”
“Jangan kak gusti”
“Sudahlah Gusti, kamu tak perlu mengadu segala.. ini semua aku yang menyuruhnya, mungkin memang kesalahan Lala yang pulang agak telat, tapi kan nggak usah kamu sekasar itu”
“nggak bisa yah, Lala harus dikasih pelajaran”
Tak peduli dengan omongan ayah, kak Gusti nekad menelfon kak fadil untuk mengadukan semua yang aku lakukan hari ini. Entah apa yang mereka bicarakan di telfon dan sepertinya kak fadil marah besar atas kejadian ini.
“Besok kak Fadil akan dateng kesini dan dia akan beri peringatan ke kamu, Ayok Bela kita pulang”
Dengan buru-buru pamit dengan ayah, kak Gusti keluar dari rumah dan pergi mengendarai mobilnya bersama istrinya. Aku tak bisa menahan air mataku malam itu. Aku berfikir, akan ada apalagi besok?
“Ayah, Lala takut.. kenapa kak Gusti sejahat itu sama Lala yah?”
“sabar lala, mungkin kak Gusti memang bermaksud baik sama kamu, tapi ia tidak bisa menangani kamu jadi ia menelpon kak Fadil. Karena kak Fadil lah yang mengurus semua keperluan kamu dari kecil.”
“tapi yah, apa yang akan dilakukan kak fadil besok sama aku? Aku takut, kak fadil pasti marah besar sama aku”
“udahlah, kamu tenang saja.. ayah akan bela kamu. Sekarang sudah malam kamu tidur sana”
Tanpa berfikir panjang lagi aku meninggalkan ayah sendiri, aku langsung masuk ke kamar dan berbaring di kasur sambil membayangkan. Hal apa yang akan terjadi besok saat kak Fadil datang? Entahlah…
Pagi hari pun tiba, aku bangun pukul 06.00 wib. Dengan terkejut aku melihat kak Fadil sudah berada di depan TV yang ruangannya tidak jauh dari kamarku. Tapi nampaknya dia sendiri tak bersama Mba bintang. Aku berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka. Selesai aku dari kamar mandi sepertinya kak Fadil melihatku, tanpa basa-basi kak fadil memanggilku.
“Lala! sini kamu!”
“Iya kak,”
“Apa bener kamu keluar rumah kemarin sore dan pulang malam?”
“Iya kak, maaf!”
“lala, kamu sudah berani membantah kakakmu”
“maafin Lala kak”
“sudah.. sudah.. kali ini kakak maafkan kesalahanmu tapi lain kali kalau terjadi lagi, kakak akan mencabut semua fasilitas yang kakak beri ke kamu. Dan uang saku, kakak nggak akan kasih lagi. Terserah kamu mau seperti apa kakak tidak peduli”
“tapi kak, nggak harus uang saku juga kak”
“La, kamu itu sudah dewasa, kuliah udah semester 3 kamu harusnya sudah paham dan bisa mandiri. Sudahlah kakak nggak mau berlama-lama ngomong sama kamu. Kamu pasti bisa mengerti semua omongan kakak tadi dan kakak harap kamu tidak menyepelekan. Kakak pergi dulu.”
Kak fadil pergi menninggalkan rumah ayah. Dan sepertinya ayah sedang pergi ke sawahnya karena sejak aku bangun aku tak melihatnya. Arrgghhh… apalagi ini? Kak fadil sampai mengancamku. Dan aku yakin ini bukan hanya sekedar ancaman. Arrggghh begitu hidupku sulit untuk dimengerti, kenapa aku lahir dalam keluarga ini yang penuh aturan.
Hari itu aku melewatkannya seperti biasa hanya duduk-duduk di depan tv. Sungguh sangat membosankan.
Tak terasa sudah 1 bulan liburan berlalu dan berarti kini tinggal satu minggu lagi jatah liburku dirumah bersama ayah, karena minggu depan aku sudah harus kembali ke kost untuk memulai aktifitas kuliah lagi.
Pagi itu saat aku sedang bersantai di teras depan rumah, aku mendapat pesan singkat dari salah seorang temanku dari desa sebelah yang dulu waktu SMA satu asrama. Ia mengirim pesan bahwa aku mendapat undangan ulang tahun dari temanku tapi tak sempat memberikan kartu undangannya untukku jadi hanya lewat pesan singkat saja. Rini nama temanku yang akan berulang tahun dia juga satu asrama dulu denganku waktu SMA. Dalam pesan singkat itu dia berharap sekali aku datang untuknya hari rabu jam 7 malam. Aku berfikir ini gawat karena aku tak mungkin bisa keluar malam aku takut kakakku akan tau seperti halnya kemarin. Tapi di sisi lain aku ingin sekali bertemu teman-temanku waktu SMA dulu aku ingin bersenang-senang dengan mereka. Hingga aku putuskan untuk datang ke pesta ulang tahun Rini.
“Ayah, aku mau minta izin”
“Ada apa Lala?”
“Ayah, teman Lala ada yang ulang tahun besok malam. Lala ingin datang kesana yah?”
“jam berapa La?”
“jam 7 malam Yah, boleh ya? Tapi ayah jangan bilang-bilang kak Fadil ya Yah?”
“Baiklah La, kalau kamu mau datang. Tapi kamu hati-hati ya La malam malam pergi sendiri”
“beneran boleh yah? Asiikk.. iya yah makasih yah ayah”
Hari rabu malam kamis tepat pukul 19.00 wib aku berangkat dari rumah menuju rumah Rini untuk menghadiri pesta ulang tahun Rini, tak lupa dengan kado yang aku bawa untuk hadiah ulang tahun Rini. Sampainya di rumah Rini, sungguh ramai dengan hiasan dinding dan balon-balon serta kue ulang tahun Rini yang begitu menggugah selera. Aku benar-benar menikmati pesta malam itu dengan bercanda dengan teman-teman, seakan hidupku terbebas dari jerat yang selama ini ada pada diriku.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 wib. Acara pun akan segera berakhir, aku tak enak hati dengan Rini apabila aku harus pulang sebelum acara selesai. Acara selesai tepat pukul 22.30 wib, tapi ini sudah larut malam aku takut kalau pulang mengendarai motor sendiri. Sehingga aku memutuskan untuk menginap di rumah Rini malam itu.
“Rin, ini udah malem banget. Aku boleh yah nginep di rumah kamu?”
“ya tentu boleh donk La, lagian mana tega aku biarin kamu pulang sendiri. Ayok tidur di kamarku”
Akhirnya malam itu aku tidur di rumah Rini. Pagi harinya aku memutuskan untuk pulan pagi-pagi sekitar jam 6 pagi, karena aku takut akan ada kakak yang tiba-tiba nongol di rumahku.
Sesampainya di rumah, aku merasa lega karena tidak ada mobil kakak yang parkir depan rumah, berarti ini tandanya aku tidak akan kena marah.. yeesss!
Tepat depan pintu, ketika aku akan membuka pintu tiba-tiba pintu kebuka sendiri dan ada suara orang dari balik pintu itu.
“Lala, dari mana saja kamu semalaman!”
Kakak, iyah itu suara kak Fadil. Bagaimana ia ada disini sedangkan mobilnya tidak terparkir di depan. Aduh… mampus aku!
“Lala, masuk!”
“kak Fadil, kok ada disini mana mobilnya kak?”
“kamu jangan mengalihkan pertanyaan kakak!”
“Darimana saja kamu semalaman ini sampai pulang pagi begini!”
“ma… ma… maaf kak aku dari acara ulang tahun temen, tapi acaranya selesai tengah malem aku nggak berani pulang jadi aku tidur di rumah temenku yang ulang tahun itu.”
“kamu udah berani melanggar aturan kakak yah La! ngapain kamu ikut ke pesta itu segala, disitu banya anak-anak yang tidak benar! kamu mau ikut-ikutan rusak! kamu sampai tidak menghubungi ayah kalau kamu nginep di tempat temen kamu! Kamu nggak tau kalau ayah khawatir sama kamu!”
“maaf kak, aku Lupa”
“Lupa kamu bilang! Bener-bener kamu itu nggak bisa diatur yah La. Sudah sini kunci motor dan ATM.. sudah pernah kakak bilang kan, kalau kamu langgar aturan kakak, kakak bakal cabut semua fasilitas yang kakak kasih ke kamu! Cepet sinih!”
“tapi kak,”
“tapi apa lagi? Cepet sini kasihkan ke kakak!”
“kakak itu egois banget sih! Kakak itu nggak tau perasaan aku, aku udah bukan anak kecil lagi kak, dari aku kecil aku selalu nurut sama omongan kakak sama aturan kakak. Dan sekarang aku udah gede kak, aku juga pengen punya temen. Sampai tetangga kita sendiri aja nggak tau aku ini anaknya pak syarif karena aku selalu dikurung di rumah dan nggak boleh kemana-mana! Sampai kapan sih kak, kakak mau seperti ini terus sama aku? Aku capek kak dengan semua aturan-aturan kakak itu!”
“oh, ya bagus.. berarti sekarang kamu urus saja diri kamu sendiri dan kembalikan semua fasilitas yang kakak kasih ke kamu La”
“ini kak ambil semuanya aku nggak butuh!”
“Fadil, kamu ini apa-apaan sama adik kamu jangan terlalu keras begitu. Beri Lala sedikit kebebasan untuk bergaul dengan teman-temannya, dia udah dewasa dia pasti tau mana yang baik dan mana yang buruk”
“sudahlah ayah, percuma ngomong sama orang yang keras kepala seperti kak Fadil ini. Aku sudah capek”
Aku sudah nggak tahan lagi dengan sifat kakakku yang terlalu posesif dengan aku, selalu mengekang dan selalu melarang apa yang aku lakukan. Kadang aku berfikir, seandainya ibu masih ada, mungkin tak akan seperti ini? Kenapa ibu harus meninggal saat melahirkan aku, kenapa aku harus lahir di keluarga ini. Seakan Tuhan tak adil kepadaku. Semua fasilitas yang kakak kasih sudah tidak di tanganku lagi, aku sudah tidak punya apa-apa sekarang.
Liburan tinggal 3 hari lagi, apa yang harus aku lakukan? bagaimana aku kembali ke tempat kost kalau tidak ada kendaraan dan uang? Apa aku harus minta sama ayah? Kasihan ayah, selama ini juga semuanya diatur oleh anak-anaknya. Kenapa sih harus ada kakakku!
Sudah 2 hari ini, aku malas sekali keluar kamar. Apa yang harus aku lakukan juga aku bingung, sehingga aku memutuskan untuk berdiam diri di kamar.
“Tok, tok, tok”
“masuk…”
“La, kamu udah 2 hari ngga keluar kamar. Kamu kenapa? Ayok sarapan La”
“Ayah, aku bingung kenapa aku harus punya kakak yang begitu jahatnya sama aku Yah..”
“ssttt.. kamu jangan bicara seperti itu, bagaimanapun juga dia adalah kakakmu dan sebenernya mereka sangat sayang sama kamu”
“sudahlah ayah, tak usah ayah membela mereka terus menerus”
“maafkan ayah Lala”
“tak apa Yah… ayah, aku bingung hari minggu besok aku harus sudah kembali ke kost karena senin pagi aku sudah mulai kuliah tapi aku bingung ayah semua fasilitas yang kakak kasih ke aku sudah diambil termasuk uang dan atm ku ayah. Aku harus giamana?”
“tenang saja Lala, ayah masih punya simpanan uang untuk kamu besok berangkat ke kota. Sebentar ayah ambilkan uangnya dulu yah”
“Yang bener yah? Iya.. iya.. makasih ya ayah”
Ayah ternyata masih punya simpanan uang untukku dibawa, setidaknya aku ada ongkos untuk kembali ke kost. Untuk hari selanjutnya biar nanti aku fikirkan jalan keluarnya.
“Lala, ini uang untuk kamu besok pergi kembali ke kost. Kamu simpan yah”
“makasih ayah”
“Lala, kembalikan uang itu sama ayah!”
“Kak fadil?”
Aku terkejut kenapa bisa kak fadil tiba-tiba sudah ada di rumah ayah.
“kamu sudah berbuat kesalahan masih saja meminta uang sama ayah, kembalikan uang itu. Dan kamu harus berusaha sendiri untuk mencari uang”
“fadil! kamu itu sudah keterlaluan, biarkan Lala memakai uang ayah”
“Ayah, dia harus bisa terima hukuman atas semua perbuatanya!”
“kamu jangan keterlaluan seperti itu, bagaimanapun juga dia itu adik kamu. Kamu jangan seenaknya begitu. Kamu sudah keterlaluan Fadil”
“tapi ayah..”
“argghh sudah sudah, ini kak uang yang kakak mau! ambil kak ambil. Dan sekarang juga aku akan pergi dari rumah ayah!”
Aku berlari keluar dari rumah ayah, kak fadil sudah bener-bener keterlaluan.
“Lala, kamu mau kemana?”
Ayah sepertinya memanggilku tapi aku tak berbalik arah karena saat itu aku sudah benar-benar muak dengan kak Fadil.
“Liat fadil, ini semua gara-gara kamu”
“Biarin saja ayah, dia sudah besar dia bisa mengurus dirinya sendiri”
“kalau sampai terjadi sesuatu sama Lala, aku tidak akan menganggapmu anakku lagi! Dasar keras kepala!”
Aku tidak tahu kemana harus aku langkahkan kaki ini, mungkin aku akan ke rumah Rini. Sungguh aku benar-benar tidak tau harus bagaimana.
“Loh, lala?”
“Rini,”
“kenapa kok kamu nangis? Ayo sini masuk. Duduk La, ada apa coba cerita sama aku La”
Aku tak bisa menahan air mataku ketika aku bercerita dengan Rini.
“Rin, aku sudah capek hidup Rin.. aku capek”
“huss jangan bicara seperti itu, kamu ini kenapa?”
“aku capek Rin, kenapa aku lahir di keluarga seperti ini. Aku punya kakak yang keras kepala terutama kak fadil. Dari kecil aku udah nurutin semua aturannya dan sekarang aku mau bebas Rin, tapi kenapa masih dikekang! Orang di luar sana mungkin mikir jadi Lala itu enak, punya kakak kaya raya semua, tapi menurutku engga Rin. Aku capek dengan semua ini. Kenapa Tuhan nggak adil sama aku. Kenapa Tuhan memberikan cobaan begitu besar sama aku Rin?”
“sssttt… La, kamu jangan seperti itu, kamu tidak boleh menyalalahkan Tuhan. Semua ini adalah takdir dan kamu tidak boleh menyalahkan takdir juga. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, percayalah”
“tapi, aku sudah capek Rin.. capek dengan semua ini”
“Sabar La”
Aku sampai menangis tersedu-sedu di pangkuan Rini kenapa nasibku seperti ini? Aku memang punya segalanya, tapi aku bener-bener nggak bahagia dengan semua ini.
“Ya udah Rin aku mau pergi dulu”
“Loh, La kamu mau kemana? Disini aja sama aku”
“entahlah Rin aku mau kemana, aku bingung.. tapi biarkan aku sendiri”
“ya sudah kalau maumu begitu, tapi hati-hati yah La”
“Iya Rin..”
Keluar dari rumah Rini aku pun tidak tahu aku harus kemana, mungkin ke pantai tempat yang cocok untuk aku menyendiri. Iyah, aku pergi ke pantai siang itu.
“Mba, mau kemana?”
“ke pinggiran pantai Pak”
“jangan deket-deket pantai mba, soalnya ombak lagi tinggi”
“Makasih pak, tapi aku akan hati-hati”
Aku tak menghiraukan ucapan nelayan itu, kakiku terus melangkah dan aku duduk di pinggiran pantai dengan merenungi semua nasibku. Kenapa aku terlahir di keluarga seperti ini. Aku capek ya Tuhan.. aku capek, engkau tak adil. Aku berteriak melepaskan beban fikiranku.
“arrrggghhhhhh!!! Tuhan tidak adil, kenapa aku terlahir di keluarga ini? keluarga yang sama sekali tak membuatku bahagia!!”
Sejak saat itu aku tak ingat apa-apa lagi, aku seperti tergulung ditelan ombak. Sampai aku terbangun, aku sudah terbaring di sebuah kamar yang asing bagiku. Ada ayah, Kak fadil, Kak Gusti, kak Ridwan, kak rofi dan kak Rudi serta Rini di sekelilingku. Aku terkejut, aku sebenernya dimana? Kenapa semua keluargaku berkumpul disini? Aku mulai membuka mataku pelan-pelan.
“Lala, kamu sudah sadar”
“aku dimana ayah, kenapa semuanya berkumpul disini”
“tadi siang kamu terbawa ombak di tepi pantai La, untung saja ada seorang nelayan yang bisa menyelamatkanmu”
“benarkah ayah?”
“Iya La, tapi syukurlah kamu sudah sadar dan tidak apa-apa”
“lalu kenapa, kak Fadil, kak Ridwan, kak Rofi, kak gusti dan kak Rudi ada disini?”
“La, maafkan kak fadil yah.. kakak tau kakak selama ini keras sama kamu. Tapi ini semua untuk kebaikan kamu La, kakak sayang sama kamu karena kamu anak perempuan satu satunya pengganti ibu. Tapi mungkin cara kakak salah dan kelewatan, kamu mau kan maafkan kak fadil La”
“Iya, kak Fadil maafkan Lala juga yah”
“Iya, La.. kakak janji nggak akan seperti dulu lagi kakak akan membebaskan Lala bermain sama temen-temen Lala.. tapi Lala harus janji Lala bisa jaga diri Lala yah. Kak fadil percaya sama Lala karena Lala sudah dewasa dan pasti tau mana yang baik dan mana yang buruk”
“makasih yah kak Fadil”
Aku tersenyum ketika itu, ketika mendengar pernyataan kak Fadil. Kita semua berpelukan dengan ayah. Terimakasih Tuhan engkau telah membukakan pintu hati kak fadil hingga ia tersadar. Sekarang aku yakin, bahwa Tuhan itu adil dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
seakan tuhan tak adil






Dunia telah bersaksi, tiada yang abadi. Rambut indah juga akan rontok, pakaian mahal tak juga dibawa mati. Perbuatanku yang akan menentukan, Surga atau Neraka? Jika harus memilih, pastilah aku memilih surga.
Jika esok adalah hari terakhirku, tentu aku akan ikhlas. Namun, saat aku tahu bahwa diriku benar-benar mengalami dentingan bersayap, aku tidak akan mematung. Sungguh! Aku hanya ingin bersama keluarga dan sahabatku sebelum waktuku kandas. Well, tentu saja aku berpikir. Apakah aku masih bisa bersama mereka? Disaat dentingan bersayap ini?
“Dentingan Bersayap?” Itu hanya sebuah tanda di mana aku akan mengepakkan sayap-sayapku.
Sekadar khayalan.
“Dup, dup, dup” Itu detak jantung terakhirku di rumah sakit sedang kritis. Atau,
“Ha ha ha” Itu canda tawa terakhirku.
Mereka akan berduka, melihatku tak berhayat. Tetesan air mata itu, tentu menggenangi jiwaku. Pelukannya begitu hangat, menghilangkan dingin yang sedari tadi menusuk tulang.
Lalu, bagaimana jika benar-benar terjadi? Esok adalah benar dentingan bersayapku. Apakah aku akan merasakan dentingan itu? Jika aku merasakan dentingan yang akan memberitahuku untuk terbang, takkan kusia-siakan sisa itu. Hanya saja aku takut, menghabiskan sisa itu berdiam diri di rumah sakit tanpa mereka.
Tidak ada yang tahu kapan aku akan mati. Paranormal tak juga benar. Tahukah kau tentang keputusan dan takdir? Ya, hanya ada di tanganku sendiri dan Tuhan.
dentingan sayap







Semua Orang, anak-anak baik besar atau yang kecil pasti memiliki orangtua, yang biasa disebut Ayah dan Mamah, akan sangat melengkapi jika salam satu atap memiliki keduanya, tapi tidak dengan ku. Di waktu umurku 2 tahun aku sudah kehilangan seorang mamah, mamahku merantau ke negeri sebrang untuk mencari penghasilan demi perubahan ekonomi, sementara Ayah hanya bekerja serabutan dan dominan sebagai petani itu hanya sepintas cerita dari nenek, aku sangat senang dan bahagia ketika nenek memberikan surat dari mamah yang merantau di Arab Saudi itu, yang nenek dapat dari tukang pos pagi tadi, surat itu berisikan uang dan surat untukku dan isi suratnya
“jaga dirimu baik-baik nak, jangan nakal sayang” dan ternyata surat itu merupakan surat pertama dan terakhir dari mamah untukku.
Sekarang umurku beranjak 10 tahun, tepatnya kelas 4 SD semenjak mamah tak pernah pulang ayah pun merantau ke ibu kota DKI Jakarta, tidak 1 tahun beliau disana ayah telah menikah lagi dengan seorang janda beranak 3, mula-mulanya aku tidak setuju aku punya mamah baru, tapi setelah aku berpikir dan berbicara dengan nenek aku pun tidak bisa mengatakan apa-apa, aku hanya bingung.
terus nanti kalau mamah pulang dari Arab gimana?
terus nanti mamah sakit hati gimana?
mah maafin ayah mah?
Dan kini akupun tinggal di DKI Jakarta bersama 3 saudara tiri, aku selalu takut ketika melihat di tv-tv bahwa ibu tiri itu kejam, 1 minggu berlalu aku serasa dibedakan dengan 3 orang saudaraku, aku terus saja diperlakukan layaknya yang di tv-tv, tenyata benar ibu tiri itu kejam, dan ketika ayah pulang dari pekerjaanya yang hanya sebagai pemulung aku meminta bahwa aku ingin tinggal di tempat nenek saja bukan sama tante atau ayah. Ayah pun bertanya kenapa? Alasanku, aku ingin mengurus nenek dan ingin tinggal di kampung saja ayah pun mengiyakanya.
Pagi harinya aku dan ayah berangkat naik bis dari lebak bulus menuju bandung, setelah di stasiun kami pun naik angkot jurusan Bandung-Panjalu yang sering dipanggil BP. aku tertidur di dekapan ayah aku bermimpi disana bertemu mamah dan tersenyum padaku dan mamah mengatakan dalam mimpi itu “jaga dirimu baik-baik nak, jangan nakal sayang” persis dengan pesan di surat mamah dulu, di mimpi itu mamah akan mencium keningku namun ayah malah membangunkanku. Ternyata kami telah sampai di Panjalu, desa tempat nenek tinggal, tempat aku dan mamah dilahirkan. Desa yang masih bersih, nyaman dan jauh dari hingar bingar lalu lalang mobil layaknya di DKI Jakarta.
Aku pun berjalan melewati gang-gang kecil yang dulu aku selalu bermain disini, main petak umpet, pecle dengan temanku bernama ina akhirnya aku menemukan gubuk bilik yang reyod namun masih bisa untuk ditinggali di ujung gang, terlihat nenek sedang menyapu halaman dan aku serentak berlari memeluk nenek menangis, dan setelah itu kami duduk di balkon depan rumah nenek atau rumah peninggalan mamah, disana terdapat getuk, bubuy sampeu, goreng singkong, dan air teh manis. Setelah ada 1 jam kami bersedagurau dia atas balkon ayah pun di telpon oleh tante, untuk segera balik lagi ke Jakarta, aku pun mencegah ayah, namun ayah tetap pergi dengan berat hati aku pun melambaikan tangan dan ayah pun memelukku dan mencium keningku. setelah itu aku mengadu pada nenek dan nenek hanya bisa memberikan aku semangat.
Dari kepulanganku ini ayah tak pernah pulang atau sekedar menanyakan kabar lewat surat tentang keadaanku aku kadang sedih namun nenek lah yang selalu menguatkanku. hari-hari pun berlalu kini aku mulai remaja aku sudah lulus dari sekolah dasar dan melanjutkan di smp yang jaraknya dekat dengan rumah. dan tanpa disadari kini aku telah kelas 9, disana aku menemukan sahabat lama ina namanya, aku pun satu bangku dengan dia, kadang pulang sekolah aku ngak langsung pulang ke rumah kadang aku main terlebih dahulu di rumah ina dan sempat aku bermalam dan pergi sekolah dari rumah ina karena ada tugas dari guru tataboga. Dari sinilah aku sirik pada ina ku lihat setiap pagi ina dibangunkan oleh mamahnya, diberikan sarapan diberikan ciuman di keningnya dan ketika berangkat sekolah ina senantiasa mencium tangan mamahnya, dan yang paling aku iri ketika hasil pelulusan di bagikan, ina didampingi mamahnya diberikan amplop oleh wali kelasku sementara aku hanya sendiri karena aku tau jika aku meminta nenek menemaniku aku sangat egois karena aku tau nenek sudah renta untuk berjalan saja ia memerlukan tongkat untuk pijakan, aku pun melihat ina mebuka amplop itu ku lihat ia mendapatkan tulisan lulus ia menangis dan teriak “MAMAH ku LULUS” dan mamah ina pun segera memeluk ina, sementara aku sendiri di pojok kelas dan membuka amplop itu dan aku pun lulus dengan nilai yang sungguh buat aku sujud syukur.
Ketika perjalan pulang aku tertuju pada danau, danau yang tepat di bawah rumah, aku ingim kesana aku ingin menyendiri ketika itu aku langsung tertuju disana ku duduk di tampian tempat mandi orang-orang desa, ku berkaca di atas air ku perhatikan mukaku, aku pun membuka tas ku dan melihat foto berukuran 3 x 4 satu-satunya yang aku punya foto mamahku, aku tersenyum.. ternyata aku mirip dengan mamah..
senyuman di photo itu seperti senyuman ku, rambut kriting itu seperti punyaku… aku pun menjerit
MAH…
mamah…!
mamah dimana?
mah aku lulus mah!
apakah mamah tau aku rengking 1 mah?
mah aku ingin seperti orang lain mempunyai mamah
mah aku pengen cium tangan mamah kayak ina
aku pengen dibangunin tidur, disiapin sarapan oleh mamah
aku pengen dimarahin ketika aku nakal
aku ingin dipukul ketika nilai kecil
aku ingin dijewer ketika ku melakukan kesalahan
aku ingin yang mengambil kelulusan ini mamah agar mamah tau anak mu ini berprestasi mah!
mah aku rindu mamah mah…
mah pulang mamaah pulanggg…
mamah dimana?
Tanpa aku sadari air mata trus bercucuran
Aku pun pulang aku takut nenek khawatir karena aku pulang terlambat, dan aku harus terlihat tegar di hadapan nenek. namun ketika aku pulang ku buka pintu “asslamualikum nek, nek… dimana?” ternyata di rumah tidak ada siapa-siapa, aku pun duduk di balkon rumah dan ku perhatikan lagi surat kelulusan yang dari tadi aku genggam aku merenung lagi, “andai mamah disini, mungkin aku takkan kesepian, dan andai nenek disini, pasti nenek senang lihat hasil belajarku” tiba-tiba aku lihat dari arah selatan ada yang membawa padung yaitu tempat membawa orang mati. aku terperanjat dari renunganku ku, ku perhatikan arah padung itu perhatikan “siapa yang meninggal” tanyaku tapi orang-orang malah diam membisu dan arah padung itu semakin lama semakin berarah ke rumah ku ini, aku pun menjerit “NENEK” ku peluk padung itu sampai jatuh ke tanah dan ketika ku buka, ternyata benar neneklah yang meninggal, memang seminggu ini nenek sakit hanya saja nenek selalu terlihat sehat di hadapanku, waktu itu begitu membuat duka nestapa buatku terpukul, satu-satunya orang yang sayang padaku, dan satu-satunya keluarga yang aku punya kini telah meninggalkanku selamanya, aku pun teringat mamah..
“maahhh maamahh tau nenek meninggal mah” di sela-sela aku mencium kening nenek
“mah maamah kesini mah ini nenek mah yang melahirkan mamah, bapak! Bapak kesini pak! kini aku sebatang kara, puas kalian puas!”
Semua orang disana melihat ku dengan iba, malahan ada yang menyuruh tinggal bersama namun aku tak mau.
Setelah peninggalan nenek hari-hariku lewati sendiri, hingga pada saat nya ku temukan selembaran kertas dari bawah bantal nenek, ternyata disana terdapat beberapa kertas yaitu surat nenek yang berisikan “cu, bersabarlah kelak kau kan temukan kebahagiaanmu cu, nenek tau cucu nenek yang satu ini pinter pasti rangking satu, tapi maaf nenek gak bisa lihat itu cu, jaga diri baik-baik” surat itu membuat aku tegar untuk menghadapi hidupku akupun menangis bahagia kulihat kertas kedua dari mamah tapi tertuju untuk nenek yang berisikan “ma lis dah nemuin calon suami juragan korma ma jaga anakku disana ma maafin lis gak bisa pulang ke panjalu, lis cukup bahagia tinggal di Arab ma” dan aku pun terdiam sugguh tega mamah membuang aku! dan tak kuhiraukan surat itu ku lihat surat berikutnya dari nenek lagi “cu ambil hikmana bageur, kini kau sudah dewasa kau bisa mengerti mana yang benar mana yang salah suatu saat jika kau menjadi ibu jangan pernah mengikutu jejak ibumu, janjilah cucuku” aku pun tersenyum dan pada saat itu pun aku berjanji, ketika ku lihat kertas selanjutnya ternyata itu sertifikat sebidang tanah yang aku tau maksudnya untuk kelangsungan hidupku.
Kini aku harus memikirkan ke SMA mana aku harus bersekolah, dan aku pun memutuskan bersekolah di luar daerahku disana aku mulai berpacaran dengan Arya seorang anak Purnawirawan berpangkat Letnan setelah tamat sekolah kami pun masih melangsungan hubungan kami Arya pun mengenalkanku dengan orangtuanya, dan mereka menanyakan asal usul ku dan akhirnya mereka pun bisa menerima aku apa adanya.
Pada umur 23 tahun Arya pun melamarku dan pada saat itu Arya telah menjadi anggota TNI berpangkat KOPKA sementaraku bekerja sebagai karyawan di PT. SAMUDERA dan kami berdua pun melangsungkan penikahan 1 minggu yang akan datang, aku pun pergi ke Jakarta dengan bermodalkan foto ayah dan alamat yang dulu, pas kulihat ternyata rumahnya sudah bagus beda dengan 11 tahun yang lalu, aku pun coba ketuk pintu akhirnya tantelah yang membukanya disana kita berbincang-bincang dan ketika ku lihatkan foto ia agak sinis dan mungkin ia gak menginginkan kehadiranku berada disini, ayah pun datang dan aku langsung menjelaskan maksud dan tujuan aku datang kesini dan ku berikan alamat dimana gendung penikahan aku dan arya. aku pun pamit pulang kembali.
Satu minggu kemudian 13 03 2013 tepat penikahanku, disana suasana sangat ramai dan disana ada ayah pula, ini hari paling bahagia di dalam hidupku sayangnya nenek dan mamah tak ada disini. Setelah pernikahan aku dan Arya ayah tak pernah memberikan kabar lagi menghilang layaknya di telan bumi…
mamah






“Facebookan saja ini!” Clara, kakak yang selalu komentar atas semua kegiatan Nabila. Clara mengomel seraya menatap tajam di sepanjang kegiatan Nabila.
“Siapa yang facebookan?”
“Aku hanya mengetik.” Gumam Nabila.
“Alah novel-novel gak jelas!” Clara terus mengomel dan mengadu pada ibunya.
“Mam! Lihat si Nabila facebookan saja kerjanya”
Clara selalu komentar apa yang dilakukan oleh Nabila.
Nabila kembali dengan lembaran dan penanya. Penanya berdecit-decit mengejar deadline lomba yang diikutinya.
“Nabila!” Ibunya bolak-balik memanggil. Nabila pun mundar-mandir ke dapur. Padahal, hanya disuruh untuk menutup pintu.
“Kenapa harus aku? Toh masih banyak anak yang lainnya yang lebih dekat untuk menutup pintu” Gumam Nabila kesal lantaran di dapur masih ada dua orang anak, yaitu Bobi dan Clara. Nabila pun kembali berlari mengejar penanya.
“Nabila!” Ibunya kembali memanggil.
“Tinggalkan saja dulu ponselmu itu”
“Siapa yang sibuk dengan ponsel?” Gumam Nabila.
“Aku hanya menulis, Bu!”
Nabila kembali disuruh hanya untuk menghidupkan lampu. Sementara itu Clara sibuk mengomel.
“Woh, facebook-an aja!”
“Sok tahu!” Ujar Nabila.
Keadaan menjadi ricuh. Hanya omelan Clara yang terdengar.
“Nulis dan selalu menulis! Nulis-nulis gak jelas!”
Nabila diam dan tidak membalas omelan Clara. Nabila tahu kakaknya akan terus mengomel jika dilawani.
“Lihat saja nanti. Aku akan buktikan tulisanku itu jelas” Gumam Nabila.
Sehari-hari Nabila selalu sibuk dengan penanya. Perjuangannya pun tidak sia-sia. Nabila banyak bergabung di berbagai grup-grup kepenulisan. Nabila juga sering mengikuti antologi kepenulisan.
Melihat Nabila yang selalu sibuk dengan penanya, akhirnya ibunya bisa memahami bahwa bakat anaknya ialah menjadi penulis.
tuduhan tidak membuat berhenti menulis







Namaku Raisa. Aku bersekolah di SD Global Andalan, kelas 5A. Aku mempunyai sahabat, yang bernama Anindya dan Naila. Kami bersahabat sejak kelas 4. Tetapi, semenjak Naila datang, berangsur-angsur Anindya mulai menjauhiku. Betapa sedihnya hatiku melihat ini semua. Tetapi, aku masih bisa bermain dengan yang lainnya. Disaat kelas 5, mereka semakin menjauhiku. Bahkan, mereka membicarakanku secara diam-diam. Seperti, “Manis di depan, busuk di belakang”. Aku tidak berkecil hati karena masih ada Karlina, yang biasa dipanggil Karin. Dia menemani hari-hariku dengan ceria. Dia tomboy, juara karate. Walaupun begitu, dia tidak sombong. Dia tidak terlalu pandai dalam pelajaran, jadi aku sering membantunya. Bukan membantu seperti mencontek ya, tetapi mengajarinya apa yang tidak dia pahami. Dia juga mengajariku untuk bisa karate. Walau terkadang terjatuh, aku tetap semangat.
Saat pelajaran Olahraga, kami mempelajari tentang Lari. Disitu, kami berlomba untuk mencapai garis finish. Aku melawan Anindya. Dengan tatapan sinisnya, dia berkata “Kau pasti akan kalah, Raisa!!” aku hanya menjawabnya dengan senyuman. Saat berlari, Anindya terjatuh. Dia berkata kepada Pak Hari, guru Olahragaku, bahwa akulah yang membuatnya terjatuh. Aku tidak terima. Aku membela diriku bahwa Anindya terjatuh dengan sendirinya. Tetapi, Pak Hari tidak mempercayaiku. Aku berlari menuju kelas. Disana, aku menangis. Mengapa Pak Hari tidak mempercayaiku? Disaat itu juga, datang Karin yang memberiku semangat dan mengatakan bukan aku yang salah. Aku berkata “Terima kasih Karin, kau telah percaya kepadaku.” Karin menjawab “Apapun untuk sahabatku.” Sambil tersenyum.
Suatu hari, papa mengatakan bahwa kami akan pindah ke Palembang karena papa akan pindah kerja. Kami akan pindah bulan depan. Aku mengatakan kepada papa “Papa, kok lama kali sih bilangnya? Kalau kemarin-kemarin bilangnya, Raisa pasti lebih siap.” Papa menjawab sambil tersenyum “Raisa, papa juga baru mendapat kabarnya sekarang.” Aku hanya menjawabnya dengan “Ooo.”
Dengan segera, aku langsung menelpon Karin dan menceritakan semuanya. “Hah? Kamu mau pindah Sa? Yah, aku jadi gak ada teman yang cerewet nih.” Karin bertanya-tanya. “Karin, kamu bisa bilang ini ke Anindya dan Naila tidak? Aku takut, mereka masih marah kepadaku. Kumohon.” Aku memohon kepada Karin. “Baiklah, akan kusampaikan ini kepada mereka. Sudah dulu ya, Raisa, aku mau pergi latihan karate. Bye.” Ucap Karin. Saat Karin mengatakan kepada Anindya dan Naila tentang kepergianku, mereka menjawab “Baguslah kalau Raisa pergi. Aku menjadi tidak punya musuh di sekolah. Begitu kan Naila?” Naila hanya mengangguk. Karin membalasnya dengan marah. “Hei kalian!! Raisa mau pergi, kalian kok malah senang?! Raisa malah berharap kalian akan memaafkannya! Padahal kan kalian yang salah! Teman yang jahat!”
Sebulan kemudian…
Raisa dan keluarganya sudah ada di bandara. Keluarga Karin juga ikut mengantarnya. Ternyata, keluarga Raisa dan Karin sangat dekat. “Raisa, jaga dirimu disana ya. Jangan lupain kami semua. Semoga kamu mendapat teman yang baik disana.” Ucap Karin sambil memeluk Raisa. Dia menangis. Raisa tidak tahu apakah dia akan mendapat teman sebaik Raisa. “Kamu juga ya, Rin. Jangan lupain aku. Ini, sebagai tanda persahabatan kita.” Raisa memberi Karin sebuah Album Foto. Foto mereka berdua. Saat akan Berangkat, Karin melambaikan tangan. Sampai jumpa, Sahabatku!

sampai jumpa sahabatku






Kisah ini di mulai ketika telah terjadi pertempuran kerajaan, dimana para prajurit memegang filosofi “korbankan nyawa demi kebenaran, hancurkan langit jika itu hanya kepalsuan.”
Ren adalah Sorang Samurai Dari kerajaan Kamihisage dengan pangkat ketua pertahanan dari filosofi langit dan ia juga seorang anak dari pemegang pedang legendaris pada masa itu bernama Kyoza inoe, yang diberi julukan manusia tak berujung dan di angkat menjadi jendral utama oleh kerajaan.
Ren dikenal sebagai remaja anak yang rendah hati, penuh dengan cinta, dan pikirannya di anggap bodoh oleh karena terlalu kekanak kanakan, mungkin itu karena ia sangat mencintai ayahnya.
Kedua Samurai Ayah dan anak itu diberikan tugas oleh raja komo untuk mendapatkan hak peresmian kerajaan dari ketua negara besar. Mereka berdua Diharuskan membongkar kebenaran pada lima misi rahasia.
Misi dimulai ketika bulan purnama naik di atas gunung Fujisan dengan kekuatan dan keberanian, mereka pun berhasil menyelesaikan misi dengan cepat.
Selama 30 hari mereka berhasil menyelesaikan tiga misi rahasia yaitu membunuh Kaizen seorang samurai yang membunuh raja terdahulu, Mencari tanaman penyembuh luka berat di gunung Osansuri di gunung terlarang, dan memecah kode gulungan rahasia.
“ayah kita memang samurai yang tak terkalahkan” ucap Ren dengan gagah.
Kyoza dengan senyum mengatakan “kau benar. Selama kebenaran ada di hatimu kepalsuan akan selalu mati”
Saat musim salju dimulai mereka ditugaskan untuk membunuh seseorang penghianat kerajaan bernama mozuka, ia tak lain adalah teman Kyoza sendiri.
“kyoza, kau ibarat pembohong yang ingin membunuh penghianat, padahal kedua nya sama sama buruk” mozuka mencela mantan temanya itu setelah pedang menembus perutnya.
“ayah…?” tanya Ren
“tidak apa apa. Semua akan baik baik saja” ujar kyoza.
Mereka pun pulang dengan senang karena misi akan selesai sekali lagi. Dan kerajaan memberikan gulungan terakhir sebelum ke rumah dengan perintah “Skandal Sang Ratu Kimi Shonren” ucap petugas itu.
“apa…?” kyoza kaget
“ada apa yah” ucap Ren ingin tahu.
“Tak… apa… semua akan baik baik saja” ujar kyoza terbata bata.
“Aku pasti akan membunuhnya” Ren dengan semangat sambil memeluk ayahnya
Malam hari Ren tidak sengaja melihat ayahnya sedang merintih. “ayah apa yang sedang…” tanya Ren tidak tahu.
Dengan sigap ayah membasuh wajahnya dengan tanganya “apa yang kau pikirkan tentang ayahmu ini ren? aku baik baik saja.”
“baiklah ku harap seorang samurai, tidak menjawab pertanyaan ini dengan sebuah kepalsuan” ucap Ren dengan senyum namun mencurigai sesuatu.
Kyoza menyuruh anaknya “Ren kemarilah peluklah ayahmu yang kesepian ini!” pintah ayah.
Ia pun lari dan memeluk ayahnya dengan kebingungan di hatinya. “Ayah, katakan saja kejujuran di hatimu! Karena entah mengapa pedang yang ada di bahuku ini, ingin sekali menusuk perutmu saat engkau mengatakan “aku baik baik saja..”.
Kyoza teringat akan ucapan istrinya sebelum istrinya mati tertancap pedang musuh “Kyoza jagalah anak ini. Tak perlu kau mencintainya. Cukup aku yang mencintainya ajarkan kejujuran karena tanpa kejujuran semuanya tidak ada artinya” Rupa nya Ren adalah anak dari hubungan terlarang dari istri kerajaan bernama Kimi Shoren. Kimi menginginkan agar ia memberitahukan kesalahan yang mereka lakukan ini suatu hari kelak.
Dalam malam yang semakin pekat Kyoza akhirnya tak kuasa dan memberitahu Ren.
“Anak ku aku harus memberitahu mu semua rahasia dan kemudian biarkan pedangmu itu…” ucapan kyoza terhenti karena terpotong perkataan Ren.
“Baiklah ayah lakukan saja apa yang ingin ayah lakukan demi kebenaran.”
Kyoza menggunakan kekuatan pedang dimensi untuk memindahkan Ren ke masa lalunya. Ren melihat banyak sekali kebohongan pada masa itu yang menciptakan banyak pertempuran, termasuk yang dilakukan ayah dan ibunya.
“jadi ini…” tangis Ren.
Ren kembali ke dimensi nyata
“Ayah kenapa?” Ren memukul wajah ayahnya sendiri. “kenapa kau membohongiku?” tangis Ren. Ren yang tersedu kemudian dipeluk oleh ayah yang sudah ia pukul tadi.
“Ayah kenapa kau mengajariku filosofi terindah, yang kau sendiri tidak menerapkanya?” tanya Ren dalam tangis
“filosofi ini ku ciptakan untukmu nak, untuk menebus kesalahan ayahmu ini,” karena kelak akan menjadikanmu manusia yang patut dihormati.” ujar kyoza memberikan pedangnya pada anaknya.
“ayah…?” dalam tangis
samurai ; kebenaran tanpa pembenaran
Akhirnya Seorang remaja dengan pedang di tanganya, bernama Ren berhasil menyelesaikan misi walau harus mengorbankan ayahnya demi sebuah kebenaran dan keadilan, kini ia di angkat menjadi ketua utama Kerajaan. Kerajaanpun diresmikan, Ren dan seluruh masyarakat hidup bahagia sampai kelak ia menjadi raja yang paling di hormati.






“Boleh minta pin BB?” tanya Rena. Lagi-lagi masalah itu! Rasanya sudah ribuan kali semua menanyakan tentang pin BB. Hhh… padahal kan, aku enggak punya BlackBerry! Aku menggeleng dan berlalu. Semua temanku, termasuk Rena bertanya-tanya ada apa denganku. Aku hanya tersenyum dan berlalu tanpa mengatakan apa-apa.
Sore yang indah. Mentari yang tadinya bulat, kini dengan perlahan-lahan menghilang di ufuk barat. Aku duduk diam disinari warna kemerahan yang memancar kian redup. Uhh… kesal rasanya sama Mama Papa. Kapan sih, aku bisa mendapatkan BlackBerry?!
Aku melempar batu kerikil. Batu itu kian menjauh dan menjauh… seperti impianku yang tidak pernah terkabul. Menurutku.
“Kenapa sih, aku selalu sengsara? Setahuku, Dania selalu beruntung di banding aku.” Keluhku membandingkan diriku dengan adikku, Dania. Tapi kenyataan selalu berkata jujur. Aku memang lebih sengsara dari Dania. Entah mengapa.
Langit kian redup. Aku tak bisa terus di sini, pikirku. Aku segera berdiri dan berjalan pulang ke rumah dalam bayang-bayang dan angan-angan yang tak pernah terwujud itu.
“Dari mana sih? Tumben sore baru pulang. Biasanya jam dua kamu sudah pulang.” Tanya Mama.
“Aku pulang sore atau siang atau malam bukan urusan Mama.” Jawabku kasar.
“Kamu kenapa sih?” tanya Mama pada akhirnya. Aku pun menceritakan masalahku yang selama ini aku simpan sendiri. Tentang Handphone yang sudah sejak dulu kuinginkan. Handphone yang menurutku hanya angan-angan yang tidak pernah terwujud.
“Kamu marah ya, sama Papa dan Mama?” tanya Mama. Aku hanya tertunduk dan memandang seragam yang belum sempat kuganti.
“Kalau kamu marah kamu boleh beli handphone itu. Yang kamu inginkan itu. Supaya tidak menjadi angan-angan saja.” Ujar Mama. Aku tahu itu dikatakan dengan berat hati.
“Aku minta maaf Ma. Sebetulnya aku hanya tidak ingin diejek anak yang ketinggalan jaman sama teman-teman. Aku malu karena tidak punya BB. Aku malu.” Jawabku. Mama berbalik dan tersenyum kepadaku. Ia mengelus rambutku dan memelukku pada akhirnya.
“Hal yang paling penting dalam dirimu adalah dapat mensyukuri semuanya. Apa pun yang ada, kamu perlu bersyukur. Kamu anak yang baik kan? Jadi jangan mudah terobsesi dengan teman-temanmu. Mama tahu kok, kamu ingin sekali handphone itu. Tapi, Mama tidak punya uang buat belikan untuk kamu. Kamu bersyukur masih memiliki Handphone. Walau bukan yang kamu ingini. Tapi masih lumayan dari pada tak memiliki sama sekali bukan?” jelas Mama panjang lebar.
“Terima kasih Mama.” Aku masuk ke pelukannya dan merasakan kasih sayang seorang ibu yang mendalam.
“Mama sayang kamu Megan.” Jawab Mama.
Selesai.

blackberry





Aku dan billy udah jadian, malam itu malam tersejarah buat aku, pertama kali pacaran dan ditembak sama cowok idaman. semenjak malam itu aku jalanin hari-hari dengan billy sebagai pasangan kekasih. ya biarpun kita backstreet dan Cuma di sekolah aja ketemunya tapi aku menikmati itu, dia begitu perhatian dan sayang sama aku. dan gak ngerasa hubunganku sudah 1 tahun, buat ngejalanin satu tahun itu memang gak segampang mengucapkan kata 1 tahun, berbagai masalah pun aku dan billy lewatin dengan rasa tenang dan saling percaya. Tepat tanggal 15 desember nanti aku dan billy anniversary ke 1 tahun. dia berencana ngajak aku dinner romantis. “sayang, besok kita ngerayain anniversary kan? dan kamu mau kan kalau aku ajak dinner?”. aku terdiam sejenak, “iya udah nanti aku usahain ya biar kita bisa dinner berdua, kan kamu tau sendiri kalau mama papa aku gak ngijinin aku keluar malem”. “kalau gitu biar aku yang ngomong sama mama papa kamu”. “gak gak, kamu mau cari masalah baru apa, ya udah besok kamu jemput aku di gerbang”. “gitu dong sayang, masak susah banget mau jalan sama ceweknya sendiri”.
Sepulang sekolah aku langsung pulang, dan gak kayak biasanya mama papa ku menyuruhku duduk di sebelah mereka sebelum aku ganti baju. “Bianca, sini nak duduk sama mama, kan udah lama kita gak ngobrol-ngobrol”. aku duduk di sebelah mama papa ku. “tuh pah anak kita udah gede, sekarang udah jarang ngobrol sama mama papa nya, apa jangan-jangan Bianca udah mulai pacaran?”. aduh kok mama bisa tau sih! tapi kan mama Cuma nebak doang. “mama papa Bianca kan uda gede masak gak boleh pacaran sih!”. “boleh kok anakku ini pacaran tapi harus jaga diri”. “yang bener ma pa boleh?”. “tu kan kamu sih gak mau cerita cerita sama mama, makanya kamu gak tau kalau mama papa uda ngijinin kamu pacaran”. “makasih ya ma pa, sebenernya sih Bianca udah punya pacar 1 tahun yang lalu tapi backstreet takut kalau mama papa marah”. “o ya.. siapa namnya? kok gak dikenalin sama mama papa?”. “kapan-kapan deh ma”. jangan sekarang deh mendingan ngenalinnya, soalnya kalau sekarang pasti mama papa ngobrol pajang lebar ma billy terus yang ada malah kita gak jadi dinner”. “ya uda ma pa bianca istirahat dulu ya, capek”.
Hari ini tepat tanggal 15 desember, aku siap-siap untuk pergi dinner dan seperti biasa gak mengendap-endap lewat jendela, biarpun aku udah boleh pacaran tapi aku belum siap ngenalin billy ke mama papa. billy sudah ada di depan gerbang dan kami pun langsung pergi ke cafe tempat pertama billy nembak aku. “sayang udah gak ngerasa ya hubungan kita berjalan 1 tahun dan aku seneng banget setiap waktu kamu nemenin aku ya walaupun kita backstreet”. billy memegang tanganku dengan erat, rasa yang aku rasain ini bener-bener dalam dan entah kenapa aku takut bnget kehilangan billy, apa mungkin ini ya rasanya cinta mati tapi aku gak tau karena baru pertama ini aku pacaran. biily menatapku tajam dan dia mengatakan kalau dia sangat mencintaiku dan tidak akan meninggalkanku apapun yang terjadi. “sayang aku cinta banget sama kamu dan aku janji gak akan ninggalin kamu apapun yang terjadi”. billy memberikanku sebuah kalung leontin berinesial B, B itu biily dan B itu Bianca, aku seneng banget ternyata billy orangnya romantis. setelah kita dinner romantis-romantisan aku dan billy langsung pulang karena udah malem, di tengah jalan ujan begitu deras dan petir yang membuatku takut biarpun kita di dalam mobil dan sialnya mobil billy mogok tepat di jalan yang sepi. “sayang kenapa mobilnya?”. “mobilnya mogok mana hujan deras lagi”. aku merasa takut dengan petir yang bergemuruh kencang. “billy aku takut”. “tenang ya sayang kan aku ada disini”. billy memelukku dengan erat dan entah apa yang terjadi pada aku dan billy, kita berdua terbawa suasana dan kita pun melakukan hal diluar dugaan. aku pun gak melarang billy melakukan itu, aku mencoba tenang dan setelah hujan reda billy langsung memperbaiki mobilnya. disitu aku terdiam dan meneteskan air mata. “maafkan aku ya sayang”. billy mencoba menenangkanku dan mencium keningku. setelah mobilnya bisa jalan billy langsung mengantarku pulang, setelah di rumah tak henti-hentinya aku menangis. “apa yang aku lakukan… mama papa maafkan Bianca, Bianca udah jadi anak yang durhaka”.
Aku mencoba melupakan itu semua, dan menganggap tidak pernah terjadi apa-apa. seperti biasa aku berangkat ke sekolah, pagi itu billy menghapiri ku yang dari tadi datang langsung duduk di taman sekolah sambil membaca buku. “pagi sayang”. aku Cuma tersenyum dan melanjutkan membaca buku. “kamu kenapa yank kok mukanya pucet? kamu lagi sakit?”. “gak kok sayang aku gak papa, aku ke perpus dulu ya!” aku meninggalkan billy yang dari tadi duduk di sebelahku. sebenarnya aku bukan mau ke perpus tapi aku mau langsung cabut pulang karena gak enak badan, belakangan ini memang ada yang aneh pada diriku, kepalaku sering pusing dan mual. karena mungkin mama lihat aku yang lemas, mama langsung menghampiriku dan bertanya. “lho sayang kok pulang cepet?”. “iya ma, badan Bianca agak gak enak”. “kamu sakit?” mama sambil memegang keningku. “ya udah mama ambilin obat dulu ya!”. mama mengambilkanku obat dan tiba-tiba Sandra masuk kamarku. “hei bibi, kamu kenapa kok tadi maen kabur aja?”. “gak papa kok san, lagi gak enak badan aja!”. gak tau kenapa aku mual-mual dan lari ke toilet, dan Sandra menghampiriku. “bi, kamu gak kenapa kenapa kan?”. dengan pertanyaan Sandra aku terdiam dan menangis. “loh bi kok kamu nagis? kamu kenapa? cerita dong sama aku”. aku terdiam dan terus menangis hingga akhirnya aku harus menceritakan ini kepada Sandra sahabatku. “aku takut san”. “takut kenapa bi? apa yang kamu takutin?”. aku mencoba untuk tenang, dan menghela nafasku. “aku takut san, kalau gejalaku ini pertanda aku hamil”. “ha? hamil? emang kamu?”. “iya san, waktu pas hari aniversary kita”. “Bianca!! kok bisa.. kamu udah test?”. aku mengelengkan kepala. “terus billy udah tau belum?”. aku mengelengkan kepala lagi, karena memang billy belum tau soal ini. “ya uda bi kamu tenang ya, kita sama-sama cari jalan keluarnya.. sekarang kamu hubungin billy terus besok kita ke klinik”. mungkin benar kata Sandra, ini solusi yang harus aku lakukan, aku telpon billy untuk janjian besok ke taman.
Sore itu aku dan Sandra menunggu billy ke taman, setelah beberapa menit billy datang. “sayang tumben kamu ngajak aku ketemuan di taman, terus ada Sandra juga, ada apa ini?”. aku terdiam dan membiarkan Sandra yang jelasin dan tanpa basa-basi Sandra menjelaskannya. “Bianca hamil bil”. “hamil?”. dengan ekspresi kaget billy melihatku. “sayang kamu gak becanda kan?”. “Bianca belum tau jelas bill, maka dari itu kita ngajak kamu ketemuan disini, dan kalian berdua harus ke klinik untuk memastikan kebenarannya”. aku hanya terdiam dan menangis, billy pun memegang tanganku. “tenang ya sayang, maafin aku.. aku janji apapun yang terjadi aku bakal tanggung jawab”. aku kira billy akan marah, tapi ternyata gak dia malah menenangkanku.
Ditemani billy aku pergi ke klinik, dengan berdandan sedikt dewasa supaya gak kelihatan kalau aku masih dibawah umur, di ruang USG aku diperiksa, yang aku harapkan semoga gak terjadi karena aku belum siap dan aku gak mau nyakitin mama papa. setelah di USG Bidannya menjelaskan kepada kami. “selamat ya pak, istri anda positif hamil dan kandungannya berjalan 4 minggu”. kabar itu terasa tersambar petir, aku gak percaya dengan semua ini tapi aku harus pura-pura senang di depan bidannya karena aku gak mau bidan itu curiga. “selamat ya sayang”. billy mencium keningku. tak kuasa aku menahan air mataku yang tiba mengalir, dokter memberikanku beberapa vitamin dan menyarankan supaya makan sayuran dan buah-buahan dan 1 lagi jangan terlalu stress.
Setelah dari klinik aku dan billy pergi ke taman untuk menenangkan pikiranku dan membicarakan ini semua. “udah dong sayang jangan nangis, sekarang apa yang kamu inginkan? membesarkan anak ini?”. aku menganggukkan kepalaku. “aku udah berdosa melakukan hal itu bill, aku gak mau menambah dosaku untuk membunuh anak ini”. “ya udah aku akan bertanggung jawab, sekarang kita harus bicarakan ini kepada orangtua kamu”. aku dan billy sepakat membesarkan bayi ini dan sekarang yang harus aku fikirkan adalah bagaimana caranya aku bicara dengan orangtuaku.
Setelah kita dari taman aku dan billy langsung ke rumah, rasa takut yang begitu sangat aku rasakan. kebetulan mama dan papa lagi ada di rumah, tanpa ragu aku langsung mencium kaki mama dan papa ku, mungkin ini hal aneh bagi mereka tak heran kalau mereka bertanya. “ada apa ini nak?” mama bertanya sambil membangunkanku dari sujud. “maafin Bianca ma pa, bianca udah jadi anak yang durhaka!” tak kuasa aku menahan air mata ini dan itu membuat mereka binggung tapi tiba-tiba billy masuk. “permisi om tante”. “siapa kamu?” tanya papa kepada billy. “aku billy om!”. “kamu tau kenapa anak saya seperti ini?”. billy menganggukkan kepalanya. “iya om saya tau kenapa anak om seperti ini dan semua itu karena aku om”. “maksud kamu?” tanya mama. “aku menghamili anak om tante”. “apa Bianca hamil?”. mama dan papa shock mendengar ini, bagaikan tersambar petir, ya aku tau mungkin ini susah dipercaya karena aku dididik mama dan papa secara intensif dan mana mungkin anak kesayangannya ini hamil. “maafin Bianca ma pa”. mama pingsan mendengar berita ini dan papa mengusir billy, billy menuruti papa dan pergi. aku benar-benar anak durhaka, belum bisa bahagiain mama papa malah ngebuat mama pingsan.
Setelah kejadian ini aku dan billy tak pernah bertemu, papa dan mama tetap kekeh dengan keputusannya, untuk tidak menikahkanku. aku tau kalau umurku masih dibawah umur untuk menikah tapi aku juga gak mau kalau anak ini terlahir tanpa seorang ayah dengan usahaku aku selalu membujuk mama dan papa supaya mau menikahkan kami bedua. aku menghampiri mama dan papa yang lagi duduk sambil nonton tivi, “ma, pa”. “sini sayang duduk sama mama papa”. mama menyuruhku duduk di sebelahnya, kejadian itu tak membuat rasa sayang mama ke aku berubah, aku tetaplah Bianca, anak mama papa satu-satunya yang paling manja. aku pun duduk di antara mama dan papa. “ma, pa, Bianca tau kalau Bianca ini salah tapi bianca mohon sama papa mama supaya menikahkan aku sama billy”. “Bianca, kamu itu masih kecil nak, kamu belum tau apa arti pernikahan itu kayak gimana? bukan untuk main-main”. “tapi ma, Bianca gak mau anak ini terlahir tanpa seorang ayah, Bianca mohon ma pa biarin Bianca bahagia”. aku berharap mama dan papa merestui aku dan billy karena aku ayang sama billy. “gimana ini pah?”. “ya sudah kita nikahkan mereka berdua, karena kebahagiaan anak papah jauh lebih penting”. “Terima kasih ya ma, pa, aku sayang mama papa”. tak kuasa merasakan kebahagiaanku dan aku memeluk mama papa. “eitt.. dengan 1 syarat kalian berdua harus tinggal disini”. “iya ma, pa aku mau”. bahagia, terharu semuanya bercampur jadi 1, aku langsung menghubungi billy untuk datang ke rumah dan dia juga ngerasain seneng setelah tau berita ini.
Aku menunggu billy di teras rumah karena gak biasanya billy perjalanan selama ini 1 jam sampai 2 jam dia belum juga datang. “sayang, kok kamu di luar malam-malam gini, pamali lho kalau ibu hamil”. “aku nunggu billy mah, katanya dia mau kesini”, “ow.. ya udah kamu tunggu di dalam aja, mungkin di perjalanan macet”. “iya ma”. beberapa menit kemudian handphone aku berbunyi dan itu dari billy:
“hallo, ini dengan Bianca ya?”
“iya, ini siapa ya? bukannya ini handphone billy?”
“iya mbak ini handphone pacar anda, aku sengaja hubungin mbak karena aku liat di handphone Pacar mbak, mbak terakhir menghubunginya”
“tunggu tunggu aku jadi binggung, handphone pacar aku hilang? terus mbak yang nemuin?”
“bukan mbak, aku nemuin handphone pacar mbak di tempat kejadian”
“tempat kejadian? maksudnya apa ya mbak?”
“begini mbak, yang punya handphone ini kecelakaan.”
“apa? kecelakaan? pasti mbak becanda kan?”
“mbak langsung kesini aja”
Aku menutup telponnya dan mencoba tenang. “gak ini pasti becanda, billy sengaja nyuruh orang buat bikin surprise ke aku”. aku ditemani mama untuk pergi ke rumah sakit yang diberitahu mbak dina tadi dan sesampainya disana aku bertemu dengan mbak dina yang menelponku tadi. “dimana pacar aku mbak? mbak pasti becanda, pasti billy nyuruh mbak nelpon aku dan berpura-pura buat ini”. aku terus menangis dan gak percaya semua ini tapi mbak itu meyakinkan aku kalau ini semua benar dan mbak itu mengantarkanku ke kamar jenasah, aku berteriak histeris dan lemas ketika aku melihat jasad billy masih berlumuran darah. “gak, itu pasti bukan billy, mama itu pasti bukan billy kan?”. “sabar ya sayang, iklasin dia nak biar dia tenang, mungkin ini yang terbaik buat kalian”. “gak mah, billy harus tanggung jawab, kasian anak ini mah kalau dia lahir gak ada ayahnya”. aku tak kuasanya menahan tangisanku ini, mungkin kebahagiaan baru saya dimulai tapi TUHAN mengambil kebahagiaan itu. “aku turut berduka cita mbak, tapi maaf sebelum mas ini meninggal dia sempat memberikan surat ini, dan ini buat mbak”. aku menerima selembar kertas yang berlumuran darah dan tulisan yang gak karuan, aku pun membacanya
sayang, maafin aku ya, aku gak bisa nepatin janji aku buat gak ninggalin kamu tapi 1 hal yang harus kamu tau bi, kalau cintaku bakalan abadi di hati kamu, aku sayang kamu dan calon anak kita. I LOVE U..
“billy bangun, aku sayang sama kamu, bangun billy please aku mohon”. “udah sayang, biar pun billy udah gak ada tapi percaya deh dia akan selalu ada didalam hati kamu”. mama mencoba menenangkanku. “iya bi, sabar ya, aku tau ini berat buat kamu tapi kamu harus yakin bi kalau TUHAN punya rencana yang jauh lebih indah buat kamu”.
Semenjak kejadian itu aku tetap membesarkan bayi yang ada di kandunganku, 7 bulan kemudian anakku lahir, dia cewek dan bayi ini aku beri nama Ramona putri setyawan. aku memang berniat buat besarin bayiku ini, tapi karena umurku belum genap 20 tahun akhirnya mama dan papa lah yang akan membesarkan anakku ini, aku tetap melanjutkan sekolahku hingga lulus sarjana dan sekarang aku bekerja di salah satu perusahaan di kota ini. 7 tahun telah berlalu, kini anakku Ramona udah beranjak dewasa dan dia mengenalku sebagai kakaknya. 7 tahun aku melawati hal tersulit dalam hidupku, sekarang aku berumur 26 tahun, umur yang sudah cukup untuk membina rumah tangga tapi aku masih pengen hidup sendiri aku pun juga belum siap membuka hati aku buat orang lain. “aku yakin billy bahagia disana, I Will Always Love You Billy…”.



hujan 2



Rintik-Rintik hujan yang membasahi tanah kering, bunyi gemericik yang membuat aku tenang dan aroma khas itu mengigatkanku kepada seseorang, seseorang yang membuat aku suka dan senang ketika hujan turun.
Ditengah hujan gerimis di sore itu aku duduk di depan jendela sambil melihat halaman rumah yang dari tadi basah karena hujan dan menikmati teh yang dibuatkan mbok jah. begitu tenang rasanya mendengar irama rintik-rintik hujan itu dan yang paling penting itu pertanda dia menyanyikan sebuah lagu yang indah dan hanya aku yang bisa merasakan itu. dia telah pergi, jauh meninggalkanku, 7 Tahun yang lalu kejadian yang gak akan pernah aku lupakan.
“Ayo bangun sayang udah siang, bukanya kamu ada test hari ini ya?” pagi itu mamaku membangunkanku, paling males kalau dibangunin pagi pagi gini tapi aku ada test hari ini.. iya mama aku bangun. Nama aku Bianca larasati biasanya teman-teman aku selalu memanggilku bibi. aku anak sulung dan satu-satunya, gak heran kalau mama sama papa aku masih muda. ya begini kegiatan aku setiap harinya. “pagi ma pa!” sambutan termanis aku di pagi hari. “pagi anakku yang paling cantik” sapa balik papaku “o iya pa kan aku udah gede ya terus kenapa aku gak boleh naik motor sendiri?” mama dan papa aku malah senyum. “bianca anak papa, kamu memang udah gede dan kapan aja boleh kok naek mobil tapi masalahnya mama kamu ngijinin gak?” “no… no… no papa Bianca itu masih kecil pa, makan aja disuruh ngambilin, Bianca itu boleh naik mobil kalau udah kerja”. “ha? kerja? lama banget ma, sekarang aja Bianca baru naik kelas 3 belum nanti kuliah aku, plis ma boleh ya!!” “sayang sekali gak ya tetep gak, dengerin mama, mama gak mau anak mama ini jadi anak yang gak nurut sama orangtuanya, dan nanti kalau mama biarin biaca bakal jadi anak yang liar. itu yang mama gak mau toh juga ada pak supir kan yang siap nganterin kamu kemana aja”. Sudah aku duga pasti gak bakal diijinin sama mama. “iya mamah, jago banget kalau disuruh ceramah!!” “Bianca, orang mamanya ngomong kok dibilang ceramah”. papa dan aku ketawa karena ekspresi mama yang bete, “ya uda pa ma Bianca berangkat sekolah dulu ya!”. “tu kan pa, bianca tuh”. “dah mama dah papa emmmuuaaccch…”
Ya begitulah aku, umur aku hampir 18 tahun tapi mama sama papa memperlakukanku seperti anak 7 tahun. dampaknya di sekolah aku jadi kurang gaul dan Cuma punya satu sahabat yaitu Sandra, Sandra sih orangnya modis dan gaul gak kayak aku cupu. tapi sahabatku itu gak mandang aku yang cupu. pokoknya susah seneng Sandra selalu ada, tapi pagi ini kemana ya tu anak? setiap pagi sih aku selalu nyari dia karena sudah terbiasa jalan bareng sama sahabatku itu dan rasanya lebih pede aja kalau jalan sama cewek modis. tapi tiba tiba di depanku, cowok itu! aku memandanginya ketika dia jalan melewati depanku. cowok terpopuler di sekolah ini dan paling ganteng itu namanya billy, dia jago main basket terus juga pinter lagi, aku juga gak pernah lihat dia jalan bareng sama cewek!. tapi tunggu kalau dia gak penah jalan sama cewek berarti dia? ***** oh no…
“bibi” Suara cempreng itu, suara Sandra yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku. “Sandra!!! baru juga membayangkan pangeran billyku eh nie cewek rese datang tapi sih tadi aku nyariin dia. “kemana aja kamu non? dicariin kemana- mana baru nongol” “biasa kesiangan semalem abis nongkrong”. “emang nyampe jam berapa?” “jam 1 pagi”. “gila jam satu pagi baru balik emang kamu gak diomelin ya kalau pulang malem-malem gitu?” “ya gak lah bi kan aku udah gede ngapain harus dimarahin” “ya gak gitu ndra secara kan kamu anak cewek, emang ortu kamu gak protes?” “gini ya bibi yang paling cantik, ortu aku tu ngasih kebebasan buat aku dan ngasih kepercayaan tapi akunya juga harus tau diri dan gak boleh menyalah gunakan kepercayaan itu, ngerti kan kamu? makanya gaul donk jangan main Barbie doang bisanya.. hahaha”. sandra ketawa ngledek ke aku, bener juga sih kata Sandra tapi sayang mama papa pemikirannya gak kayak orangtua Sandra. aku teriak dan mengejar Sandra yang udah lari duluan. karena keasyikan lari di tengah jalan aku nabrak cowok.. beruntung banget sih! kenapa beruntung karena cowok itu billy, “aaw..” aku terjatuh dan mengusap lengan bajuku yang sedikit kotor. “sorry sorry aku gak sengaja” billy membantu aku untuk bangun, “kamu gak papa kan?” tanya billy ke aku. “aku gak papa kok”, aku bangun dan menatap wajah billy, nie cowok bener-bener perfect deh perasaan aku yang salah tapi dia tetep minta maaf dan tanpa sadar aku terus memandang billy, tapi si cewek rese itu datang dan mengagetkanku.. sandra nepok jidat aku, “auw.. sandra kasar banget sih! sakit tau”, “sekali lagi maaf ya! billy” minta maaf lagi. “gak kok justru aku yang salah tadi lari gak liat-liat”, “e.. malah ngobrol lagi, ayo bi masuk kelas”. tiba-tiba Sandra menarik aku pergi dan masuk kelas. huh lagi lagi Sandra mengagalkan rencana aku buat PDKT sama billy.
“Sandra kamu tau kan kalau aku suka sama billy? terus kenapa kamu langsung narik aku pergi?” “hello bibi ngapain kamu buang buang waktu buat mandangin dia doang sedangakan kita ada Test, kalau kamu mau tiap malem billy nongkrong di salah satu café langganan aku”. “malem? mana boleh Sandra aku keluar malem malem, yang ada tu malah aku diomelin abis-abisan”. “kalau kamu mau nanti bisa aku atur, gimana? sekarang kita harus masuk kelas dulu karena kita ada test”. “iya bawel”
Kita berdua masuk kelas dan mengerjakan ulangan yang diberikan wali kelas aku. itu lah sahabat aku, dia selalu ada buat aku, dan sekarang dia juga mau bantuin aku buat deketin billy.
Selesai Test seperti biasa aku harus pulang tepat waktu, dan seperti biasa juga supir pribadi keluarga aku sudah nangkring di depan sekolahku. tapi si Sandra itu ngelarang aku pulang dulu, “kita langsung cabut kan bi?”. “Ya gak lah san mana boleh, aku harus pulang dan ijin dulu sama nyokap aku”. “ya ellah bi kan biasa ditelpon!!” “sandra kamu itu kayak gak tau ortu aku aja sih!, ya uda aku balik dulu”. “iya bawel sono balik..” dasar Sandra emang mama papa aku itu sama kayak orangtua lainnya, mereka itu kuper.
Malam itu pas aku sama keluarga aku makan bel rumah aku berbunyi. “mbok jah tolong bukain pintunya” teriak mama. mbok jah membukakan pintu dan ternyata yang datang Sandra.. “malem om tante” sapa Sandra. “eh Sandra, malem juga, sini sini ikut makan malem. tumben kamu kesini malem malem”, Tanya papa aku yang kayaknya udah curiga sama Sandra. “gini om tante ini kan lagi masa masanya test tuh terus tadi aku liat di sekolah bibi gak konsen”, “emang kenapa Bianca gak konsen? emang ada yang dia pikirin?” tanya papa aku dan papa menatapku tajam aku, mati deh kali ini alasan Sandra gak tepat, dari dulu kan aku selalu bisa ngerjain test. “Bianca kenapa kamu gak konsen belajar? apa yang kamu pikirin? kan papa sama mama gak ngebolehin kamu memikirkan hal yang gak penting”. “gini gini om aku sama bibi hari ini ada acara belajar bareng supaya nilai bibi gak jeblok tante om”, “belajar bareng? dimana? kenapa gak disini aja belajarnya” (adu bener kan mama sama papa aku tu gak bakal ngijinin aku keluar malem malem jadi jangan berharap deh aku bisa ketemu sama billy, mungkin bisa sih tapi dalam mimpi: dalam hati aku berkata) “bukannya gak mau sih tante tapi karena rumahnya jauh jauh jadi kita ambil di tengah tengahnya biar adil, gak papa ya om tante itu semua kan demi bibi juga”. “ya udah boleh tapi jam 10 malem harus udah pulang” “ok sip”, akhirnya mama dan papa ngijinin aku keluar malem. dengan usaha yang sedikit rumit dan bohong tapi gak papalah demi billy.. “makasih ya ma pa”. dengan cepatnya aku dan Sandra langsung pergi.
Di jalan ke arah cafe aku gak berhenti-berhentinya memikirkan pangeran billy, sesampainya di cafe aku dan Sandra ngobrol sambil mencari tempat duduk yang enak buat nongkrong.. “eh gimana akting aku tadi di depan ortu kamu?” “gila san keren bnget sampe sampe ortu aku ngjinin aku pergi, makasih ya sahabatku” aku memeluk Sandra, “o iya jam segini kok billy belum datang sih san kan jam 10 aku harus balik?” “biasanya sih jam segini dia udah nongol bi, gak tau juga sih mungkin aja dia ada kepentingan mendadak”. “apa jangan jangan bener kata kamu dia gak kesini?”. “siapa bilang? tuh orangnya”,. sandra melihat ke arah billy dan aku juga melihatnya, dia berjalan ke arah meja yang sering ditongkronginnya, OMG ternyata dia lebih keren kalau gak pake seragam.
Dia terus berjalan melewatiku tapi tiba-tiba Sandra memanggilnya. “billy”, billy menoleh dan menhampiri Sandra. “eh Sandra, lho tumben Bianca juga ikut”. “aduh emang secupu itu ya aku sampai-sampai billy bilang tumben. “sambil garuk-garuk kepala aku menjawab, “e, lagi pengen aja akunya dan ternyata seru banget sekalian refresing”. akhirnya billy ikut nimbrung sama kita, Sandra pamit pulang karena alasan dia mau nganter mama nya, sedangkan aku masih ngobrol disitu. karena sudah malem juga akhirnya aku harus balik, terpaksa harus cari taxi dan gak tau kenapa taxi gak ada yang lewat. “aduh mana sih ini taxinya, mana mendung lagi”. aku melihat langit mendung dan meliahat kiri kanan jalan yang siapa tau ada taxi lewat, aku menunggu beberapa menit tapi belum lewat lewat juga dan sialnya hujan turun. “aduh aku neduh dimana nih!”. aku berlalri sambil mencari tempat neduh, untung di dekat situ ada halte, 5 menit setelah itu ada motor gede warna merah berhenti di depanku, dan ternyata itu billy. “Bianca ngapain kamu disini?”. aku diam dan melihat hujan kayaknya dia tau apa yang aku maksud. “kamu takut keujanan?”. “gak takut sih Cuma gak mau basah aja karena pasti dingin” “gimana kalau aku nganterin kamu tapi kita ujan-ujanan?”. mau sih dianterin billy tapi apa gak salah kalau ujan-ujan. “yakin bil kita ujan-ujan?”. aku meyakinkan billy. “kenapa? seru tau ujan-ujan, gimana?”. aku terdiam dan mengiyakan ajakan billy. “ok aku mau”. kita jalan dan ujan-ujanan”, dan bener kata billy ini emang seru bnget apalagi billy yang boncengin.
Sesampai di rumah pas bnget jam 10 malem. “Bianca kok kamu ujan-ujanan?” tanya mama. “taxinya mogok di komplek depan ma, ya terpaksa aku jalan kan tanggung”. “ya udah sana kamu ganti baju nanti sakit lagi”. “iya mama”. aku masuk kamar dan selalu membayangkan kejadian tadi, ternyata gak terlalu buruk juga ujan-ujanan itu.
Semenjak kejadian tadi malem aku dan billy sering ngobrol di sekolah, menyenangkan sekali bisa deket sama seorang billy hingga akhirnya dia mengajakku makan malem berdua. “Bianca!”. billy memanggilku. “eh billy”. “nanti malem mau gak makan malem sama aku?”. hah dalam hati aku berfikir, billy ngajak aku dinner? emang sih beberapa hari ini aku sering ngobrol sama dia tapi gak pernah terfikir sedikitpun billy mengajakku dinner, aku bengong dan billy menyadarkanku. “Bianca gimana?”. aku menganggukkan kepalaku dan menandakan aku mau. “kalau gitu nanti malam aku jemput?”. aduh gawat nih kalau billy jemput aku, yang ada gak dibolehin pergi sama mama papa. “e e e.. gimana kalau kita langsung ketemu di cafe aja”. “ok, aku tunggu di cafe ya jam 7″. billy masuk kelas dan aku meloncat kesenangan. “akhirnya pangeranku ngajak aku dinner”. sandra datang dan menepuk punggungku. “hey ngapain kamu loncat loncat kayak orang gila?”. “Sandra aku seneng banget tau!!”. aku memeluk Sandra hingga gak sadar kalau pelukanku itu ngebuat Sandra ngap-ngapan karena terlalu kencang. “bibi lepasin ih gak bisa nafas nih! seneng sih seneng tapi liat-liat donk bu”. “abis aku seneng banget Sandra billy ngajakin aku dinner tapi? aku lupa kalau mama papa gak bakal ngebolehin aku keluar malem apalagi sama cowok!”. aku melihat Sandra dan dia tau apa yang aku fikirkan “Iya iya aku bantu tapi Cuma jemput kamu doang kan?”. “ok sip, kamu tungguin aja di depan gerbang”. sebenernya sih aku gak mau bohongin mama papa tapi mau gimana lagi, kalau aku ijin mana diijinin.
Sepulang sekolah aku siap-siap buat dinner, mempersiapkan baju terbaik aku supaya tambah cantik, hehe. beberapa menit kemudian Sandra telpon aku kalau dia udah sampai ke depan gerbang dengan pelan-pelan aku keluar dari jendela dan berhasil. aku langsung cabut ke cafe dan disana uda ada billy, dengan kaos putih dan kemeja kotak-kotaknya dia tambah keren dan ganteng. “hey bill” sapa aku. “hay bi, kamu cantik kelihatan cantik malem ini”. PLAKKK… seperti ditampar pipi aku berubah menjadi merah muda karena sanjungan itu. “makasih”. aku tersenyum simpul dengan malu-malu. “em.. kamu udah pesen makan?”. “udah kok, o iya kamu pesen makan apa? ini menunya”. sambil memilih-milih menu tiba-tiba billy meraih tanganku dan dia memegang kedua tanganku, ya TUHAN, dag dig dug detak jantungku saat billy memegang tanganku dan rasanya seperti melayang ke udara. “jujur bi dari awal aku lihat kamu, aku langsung suka apalagi kalau tau kamu orangnya asyik, dan gak tau kenapa hati aku ngerasa nyaman kalau di deket kamu”. dan dengan polosnya aku menanyakan maksud billy, jelas-jelas kalau billy nembak aku. “maksud kamu bill?”. “aku mau kamu jadi pacar aku bi”. “pacar? kamu gak becanda kan bill, emang kamu udah yakin dengan perasaan itu? kita kan belum mengenal satu sama lain, apa secepat itu?”. “Ya aku tau bi ini memang terlalu cepat tapi aku gak bisa bohongin perasaan aku”. di dalam hati aku, aku ngerasa bimbang karena baru kali ini aku ditembak sama cowok, jujur aku seneng bnget billy nembak aku tapi kalau mama papa tau mana boleh, hanya dengan 1 cara yaitu backstreet. “bi kenapa kamu bengong?”. aku tersenyum dan menjawab, “iya aku mau kok jadi pacar kamu”. “makasih ya bi, aku seneng banget dan aku sayang sama kamu”. “iya bill aku juga sayang sama kamu”.

hujan 1





Sore ini hari tidak begitu bersahabat, selepas asar, tiba-tiba aku dan muhayir tak bisa pulang ke rumah karena hujan. Sehingga kami menunggu di masjid hingga hujan reda, Alhamdulillah tidak beberapa lama kemudian hujan reda, kami langsung pulang. setiba di atas bukit masjid, teman-teman sudah menunggu untuk latihan sepak bola, karena dalam beberapa hari kedepan ada turnamen sepak bola yang kami ikuti.
Takut teman-teman lama menunggu, langsung ku berlari ke rumah, padahal waktu itu aku menggunakan sarung, sampai di rumah aku langsung berkemas untuk latihan, sepatu sepak bola warna biru yang sudah aku siapkan di atas rak sepatu sekaligus kaos kaki warna putih adidas yang masih terlihat kotor karena belum dicuci. Langsung kupakai sepatu tersebut dan bergegas di lapangan. Langsung Aku melakukan pemanasan di samping lapangan, hingga 15 menit aku langsung memasuki lapangan untuk bermain bersama.
Di tim sepak bola kami, posisi aku sebagai striker yang bertugas mencetak gol. Aku sangat agresif sehingga ditakuti bek lawan. Hampir 90 menit kami bermain, hari pun sudah menjelang magrib, kami langsung berhenti latihan. Aku pulang bersama muhayir.
“yir permainan mu bagus, umpanmu pun bagus, pantas kau jadi pemain tengah seperti mesut ozil”. aku bilang begitu karena aku tau mesut ozil adalah gelandang favoritnya
“ah, biasa aja kok ri, kamu juga bagus mainya, tapi sayang umpanku kamu sering sia-sia in, hahahahahah” canda muhayir
“kita harus berlatih lebih giat lagi yir, supaya lascar junior banyak ditakuti lawan-lawanya”
“insyallah fachri, kita kan masih muda, umur kita rata 16 – 17 tahun, aku yakin meski kita duduk di pedesaan, tapi kualitas kita tidak kalah yang dari kota”
“eh, aku pulang dulu ya, bye”
“bye”
“kita jumpa d imasjid nanti pas magrib ya yir”
“ok”
Setiba dirumah ibu ku bilang, “ri tadi ada sms dari dewi”
“oh ya ma” aku langsung bergegas melepas sepatu dan mencari handpone ku. Aku langsung kegirangan, maklum sudah seminggu dia tak ngasi kabar. meskipun dia bukan pacarku tapi aku sangat mencintainya. Aku langsung balas sms darinya. Tapi, ada yang aneh dengan si dewi, dia mulai cuek balas smsku. Apa dia sudah punya cowok baru, pikirku. Ah mungkin ini Cuma perasaan ku saja. Tapi aku sudah tak bisa berkomunikasi dengannya dimulai saat dia memblokir fb ku, sehingga aku tak bisa berkomunikasi dengan dia. Ku coba untuk manelpon dia tapi sering kali tak diangkat, malah tidak satu pun telpon ku diangkat dia. Tapi aku tetap bisa tersenyum meskipun hati ini menahan rindu yang tak terbendung. Aku yakin ini sudah ada yang mengatur. Allah maha adil.
Allahuakbar allahuakbar bunyi adzan magrib di masjid. Aku bergegas mengambil sarung dan peci lalu ku ke masjid untuk solat magrib. Selasai imam salam, ku berdzikir kepada Allah SWT, dan aku berdoa untuk mengadu kepadanya, tentang kerinduan ini, aku yakin Allah tau jalan terbaik untuk ku dan dia. Keluar dari pintu masjid aku berjumpa dengan muhayir yang sengaja menungguku berdoa, kami pulang bersama dan ngobrol-ngobrol masalah sepak bola dunia.
Di perempatan jalan, aku harus berpisah dengan muhayir karena dia harus pulang ke rumahnya. Aku berjalan sendirian menuju rumah dan yang hanya kupikirkan hanyalah dia yang begitu cuek, kukira dia sms ku karena dia rindu kepadaku, tetapi itu hanya sebuah sms harapan darinya, aku menyesal telah membalas sms darinya. Padahal dia sudah sedikit demi sedikit bisa aku lupakan. Tidak beberapa lama kemudian aku sampai ke rumah, aku langsung mengambil handpone yang aku letakan di atas meja belajarku. Aku memohon kepadanya supaya membatalkan blokir fbnya. Tapi dia menolak untuk membatalkanya, beberapa kali aku memohon tapi dia tetap saja menolaknya.
Tiba-tiba pikiranku mulai kesal dengan tingkah lakunya, aku berusaha untuk berpikiran bijaksana, aku beriktiar kepada allah SWT, mungkin ini yang kamu inginkan, mungkin kau menyimpan bidadari yang lebih baik darinya untuk aku cintai. Otak ku kemudian terlintas pemikiran tentang film tenggelamnya kapal van der wijh, tentang cinta zainudin dikhianati, yang membuat zainudin terbaring 2 bulan karena cinta, tapi dia bangkit dari keterpurukannya, yang membuatnya bisa sukses menjadi seorang sastrawan yang tersohor di surabaya.
Aku mengambil hikmah dari film tersebut, yang membuat aku bisa mengisi hariku menjadi seorang penulis, aku berterima kasih kepada dewi, karenanya pemikiran ku menjadi luas dikaranakan sms harapan yang dia berikan kepadaku. Dengan sms harapan itu aku bisa menambah cakrawalaku




Sms harapan


cerpen

No comments:

Post a Comment

Know us

Our Team

Tags

Video of the Day

Contact us

Name

Email *

Message *